Tentunya antara perpustakaan, buku,
pemustaka, dan pustakawan memiliki kaitan yang sangat erat dalam memanaje
organisasi sebuah perpustakaan. Kaitan antara hal-hal diatas tertuang dalam Five
Laws of library Science, salah satu ide brilian dari Ranganathan.
Five Laws of library Science tersebut
diantaranya:
1. Books are for use (buku untuk dimanfaatkan)
Definisi perpustakaan yang selama
ini masih dirujuk bahwa perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah
gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan
terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk
digunakan pembaca sudah mengalami fase lewat karena perubahan besar dalam dunia
perpustakaan dan informasi telah terjadi. Perpustakaan tidak lagi hanya tempat
menyimpan koleksi-koleksi yang telah ada, namun perpustakaan mempunyai fungsi
yang lebih dari itu, yaitu mengembangkan koleksi-koleksinya dan mempromosikan
semua buku-buku tersebut untuk dimanfaatkan.
Prinsip dasar yang digunakan pada
hukum pertama ini mengandung dasar bahwa buku itu ada untuk digunakan. Hukum
yang pertama ini memberikan batasan definisi kepada dua konsep yaitu
perpustakaan yang dapat diakses secara terbuka dan tertutup dan pada
perpustakaan yang harus menentukan peralatan dan perabotan perpustakaan untuk
menempatkan koleksi secara baik dan benar. Koleksi perpustakaan di ambil dari
ruang pengolahan dan dibawa keluar diletakkan di rak yang terbuka. Dalam hal
ini, rak perpustakaan harus mampu diakses dengan baik oleh pemustaka. Sehingga
perpustakaan harus ditempatkan di tengah-tengah atau di dekat civitas akademika
yang ada. Tetapi, dimanapun lokasi perpustakaan, bagaimanapun jam buka
layanannya, bagaimanapun tipe perabotannya serta bagaimanapun cara mendapatkan
buku di perpustakaan, staf perpustakaannlah yang paling bertanggungajwab
terhadap perpustakaan.
Selain hal tersebut di atas,
perpustakaan bukan hanya menyiapkan kemudahan dalam mendapatkan buku di rak
saja, melainkan bagaimana buku-buku tersebut dapat digunakan dengan baik dan
tepat sasaran. Prinsip Ranganathan di atas menunjukkan bahwa buku sebagai
sebuah informasi harus bisa dimanfaatkan pemustaka sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pemustaka itu. Maka, dalam hal ini kita dapat mengembangkan prinsip
tersebut menjadi buku itu ada untuk dimanfaatkan dan diaplikasikan. Senada
dengan fungsi perpustakaan itu sebagai agent of social change di dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, koleksi-koleksi yang
dikembangkan adalah koleksi yang sesusi kondisi sosial, ekonomi, kultur, agama,
dan kebutuhan masyarakat itu sendiri, agar semua koleksi tidak hanya dibaca
melainkan diaplikasikan secara nyata di dalam kehidupan.
2. Every reader his book (setiap pembaca terdapat bukunya)
Pada hukum ini, prinsip yang
digunakan mengacu pada kebutuhan pemustaka, di mana setiap perpustakaan
dituntut untuk mampu menyediakan buku sesuai kebutuhan pemustaka. Akan tetapi
pertanyaan fundamental yang masih diperdebatkan adalah “Apakah semua koleksi
harus didapatkan pemustaka, sementara dana untuk membeli koleksi tersebut
terbatas?”. Dengan dasar ini prinsip hukum kedua ini bisa dikembangkan sesuai
kondisi perpustakaan itu sendiri.
Perpustakaan bisa melihat siapa
pengguna (mayoritas) yang memanfaatkan
perpustakaan itu sendiri. Di sinilah lahir visi dan misi perpustakaan sebagai
sebuah jawaban atas kebutuhan pemustaka terhadap koleksi tertentu. Dalam
konteks ini perpustakaan menyesuaikan dengan visi dan misi yang ada.
Kerjasama antar perpustakaan yang
satu dengan yang lain menjadi keharusan dalam mengatasi keterbatasan buku yang
disebabkan oleh keterbatasan dana. Dan pustakawan yang mengelola dibidang
pengadaan koleksi harus bisa memaksimalkan sebaik mungkin dana yang ada serta
harus peka terhadap kebutuhan pemustaka.
3. Every book its reader (setiap buku terdapat pembacanya)
Prinsip hukum ketiga ini menekankan
adanya relasi yang harmonis antara koleksi dan pemustaka. Perpustakaan tidaklah
berarti, walaupun koleksinya bergudang-gudang tanpa adanya keterkaitan atau
bangunan relasi yang baik antra koleksi dan pemustaka. Karenanya, perlu ada
perbaikan terus layanan terhadap pemustaka ini, khususnya dalam melakukan
penelusuran terhadap koleksi yang dibutuhkan. Perpustakaan, jika menerapkan
konsep ini, tidak akan pernah menyulitkan pemustaka dalam mencari informasi
atau koleksi di perpustakaan.
4. Save the time of the reader
(hemat waktu pembaca)
Prinsip ini menekankan pada
kemudahan dalam menemukan koleksi yang dibutuhkan pemustaka. Jangan waktu
mencari koleksi tersebut jauh lebih besar atau lebih banyak dari pada koleksi
yang didapat. Aturan-aturan yang menyulitkan, pelayanan yang lambat, dan
kesukaran dalam menelusur harus dihilangkan agar waktu pemustaka lebih hemat
dan teratur. Perpustakaan dituntut untuk terus memperbaiki sistem yang ada,
baik itu aturan, kebijakan, atau operasionalisasinya.
5. A library is a growing organism
(perpustakaan adalah organisme yang berkembang)
Hukum yang terakhir ini menjelaskan
kepada kita bahwa yang terpenting dari sebuah perpustakaan adalah bahwa
perpustakaan itu selalu tumbuh dan berkembang serta berubah dan akan selalu
mengalami hal seperti itu. Koleksi perpustakaan selalu bertambah dan berubah,
teknologi terus berkembang maju dan budget juga selalu mengikuti perubahan itu.
Perubahan-perubahan yang kompleks tersebut harus diantisipasi dan diimbangi
dengan manajemen yang baik.
Prinsip hukum yang kelima ini
merupakan proses perjalanan lembaga (apapun) itu yang tidak pernah lepas dari
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan manusia, sehingga dalam hal ini
perpustakaan harus mampu menghadapi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan
itu sendiri. Kepekaan lembaga dan yang terkait adalah suatu keniscayaan yang
harus dilakukan. Jika tidak, perpustakaan akan tenggelam dalam paradigma lama
dan sulit maju. Di sini resistensi (penolakan) akan perubahan itu bisa menjadi
dosa sosial yang berakibat mundurnya bangsa ini.
Sumber: http://rohana-sasak.blogspot.com/2012/05/five-laws-of-library-science.html