Wednesday, September 5, 2012

Transformasi Kepustakawanan Indonesia dalam Era Akses Terbuka

Akses terbuka pada satu pihak menguntungkan peneliti, lembaga, bangsa dan masyarakat secara keseluruhan. Bagi peneliti, sistem ini meningkatkan keterbacaan, manfaat dan dampak bagi karya mereka. Namun, sisi lain yang perlu diingat bahwa akses terbuka bukan segalanya karena perlu mempertimbangkan hak kekayaan intelektual, kepengarangan dan aspek etika.

Prakarsa akses terbuka merupakan reaksi atas krisis komunikasi keilmuan akibat peningkatan harga jurnal ilmiah yang membuat perpustakaan dan pusat informasi di Indonesia tidak mampu berlangganan jurnal inti (core journal). Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Lukman Hakim mengatakan, isu akses terbuka menjadi serius dengan kemunculan Web 2.0 atau Library 2.0 yang memberikan fasilitas interaksi antara pencipta dan pengguna informasi. “Fasilitas ini memungkinkan para ilmuwan dan profesional mengetahui perkembangan baru dalam bidang ilmu yang mereka minati lewat akses yang mudah dan terbuka,” tandasnya.

Dia melanjutkan, kesadaran penerbit jurnal ilmiah Indonesia untuk menyediakan akses terbuka untuk jurnal saat ini terus meningkat. Sekitar 40 jurnal Indonesia sekarang telah dapat diakses secara bebas melalui Directory Open Acces Journal (DOAJ). Hal ini merupakan upaya ilmuwan dan peneliti dalam meningkatkan keterbacaan dan dampak ilmiah penelitian mereka. “Saya berharap bahwa penerbitan jurnal akses terbuka menjadi masa depan komunikasi keilmuan di Indonesia,” ungkapnya.

Dikatakannya, akses terbuka memang memiliki banyak kelebihan, namun perlu diingat masih ada pertimbangan hak kekayaan intelektual (HaKI), kepengarangan dan aspek etika. Anggota komunitas keilmuan perlu memiliki pengetahuan mengenai batas-batas penggunaan karya ilmiah agar dapat menghindari pelanggaran pemanfaatan HaKI penerbit dan penulis. “Pelanggaran terhadap HaKI peneliti seperti desain, teknik dan prosedur akan menimbulkan dampak buruk pada perkembangan jurnal akses terbuka,” ujarnya.

Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI, Ir. Sri Hartinah, M.Si. menambahkan, penerapan akses terbuka pada jurnal perlu dukungan para pustakawan, baik generasi senior (pra teknologi) maupun muda (pasca teknologi) dalam menghadapi tuntutan yang terus berubah dalam penyediaan informasi. “Kita perlu menciptakan sinergi antara generasi sebelum dan setelah teknologi informasi sehingga mempunyai cara pandang baru dalam memahami fungsi, penggunaan dan pengelolaan informasi di era keterbukaan akses saat ini,” tuturnya.

Sebagai pustakawan tentunya kita harus siap menerima tantangan dari keterbukaan informasi ini. baik pustakawan senior mauapun pustakawan muda harus siap tanpa membeda-bedakan kemampuan beradaptasi dengan teknologi.

Sumber: PDII-LIPI