Friday, October 31, 2014

Iffa Suraiya, Pendiri Empat Perpustakaan Sosial Bait Kata

ummu craft
Iklan Mukena Cantik "Ummu Craft"
Jiwa mulia Iffa Suraiya patut dicontoh. Ketika banyak orang memilih memanfaatkan rumah sebagai tempat bisnis, Iffa malah membuka perpustakaan gratis. Bahkan, sampai saat ini sudah ada empat perpustakaan yang dia rintis.

PENGHOBI membaca pastilah suka mengumpulkan buku bacaan favoritnya. Selain menjadi tempat menyalurkan hobi, perpustakaan dalam rumah berfungsi sebagai tempat menyimpan koleksi buku si pemilik rumah. Itulah yang dilakukan Iffa Suraiya 36 tahun silam.

Sedari kecil, perempuan kelahiran 1 Oktober 1968 itu memang gemar membaca. Tepatnya, saat dia kelas II SD. Buku pertama yang Iffa baca berjudul Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah. Itu adalah buku milik sang ayah. Ya, buku bacaan untuk anak seusianya memang belum banyak saat itu.

Menginjak kelas V SD, kegemaran Iffa membaca buku kian menggebu. Hal itu dibuktikan dengan tekad dia membeli buku untuk kali pertama. Yakni, buku berjudul Bung Hatta Menjawab. Buku tersebut, kata Iffa, berisi pandangan-pandangan Bung Hatta tentang kemerdekaan Indonesia. Sayangnya, buku tersebut sudah tidak diketahui rimbanya kini. ’’Ketika sekarang pengin baca lagi, buku itu sudah nggak ada. Sudah tidak ada yang jual lagi,’’ tutur Iffa. Menurut dia, kehilangan buku sama halnya dengan kehilangan harta.

Bagi Iffa, selain sumber hiburan, buku merupakan sumber ilmu yang tidak bisa digantikan. Tidak ingin peristiwa kehilangan buku terulang, Iffa mengumpulkan semua buku yang pernah dia miliki. Alhasil, jadilah perpustakaan mini keluarga.

Buku adalah jendela dunia. 

Semua orang juga mengamini hal itu. Tidak terkecuali Iffa. Tidak ingin jendela dunia hanya dimiliki dirinya, suami, dan dua anaknya, Iffa mulai bertekad mendirikan perpustakaan. Tujuannya hanya satu, berbagi jendela dunia ke semua orang.

Rumahnya yang dua lantai, tepatnya di Blok B-10 Perumahan Larangan Mega Asri, selalu menyambut ramah pengunjung. Di sisi depan terdapat papan bertulisan Bait Kata Library. Itulah nama perpustakaan yang didirikan Iffa pada 29 Desember 2011.

Bagian dalam perpustakaan tersebut sangat menarik. Masuk pintu utama, pengunjung disuguhi dua rak buku memanjang yang mulai penuh dengan beragam jenis buku best seller. Mulai Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer hingga Harry Potter milik J.K. Rowling. Buku-buka lain, yang berjumlah lebih dari 7 ribu, dipajang pada etalase yang tersusun rapi. Lantai 1 memang dimanfaatkan Iffa untuk menaruh buku best seller dan buku cerita anak. Buku remaja, kebanyakan teenlit, sengaja diberi ruang khusus. Yakni, di lantai 2 Bait Kata Library.

Meski sama-sama berkonsep homey, penataan ruang baca anak dan remaja memang sengaja dibedakan Iffa. Untuk ruang baca anak, Iffa melengkapinya dengan karpet dan boneka-boneka lucu. Di sana, anak tidak selalu dituntut membaca. ’’Bermain saja boleh. Bermain sambil membaca juga bagus,’’ kata alumnus Jurusan Komunikasi Universitas Diponegoro (Undip) itu.

 Lain lagi untuk desain lantai 2. Di sana Iffa hanya memberi sejumlah bantal besar untuk bersandar. ’’Bacaan buku remaja tentu lebih berat. Ya, kami sesuaikan desain ruangan seperti apa yang cocok,’’ imbuh Iffa.

Tiga tahun berjalan, perkembangan Bait Kata Library tergolong cepat. Awalnya buku yang dipajang hanya berjumlah kurang dari seribu, kini sudah mencapai tujuh ribu. Selain itu, pengunjung yang awalnya hanya tetangga sekitar, kini member Bait Kata Library sudah mencapai seribu orang. Wajar saja, selain Bait Kata Library mampu memberikan kenyamanan bagi pembaca, di sana pengunjung bisa melakukan apa saja dengan gratis.

Ya, Iffa sama sekali tidak menetapkan tarif apa pun atas buku-buku yang dipinjam. ’’Telat juga tidak ada denda. Pokoknya asal buku itu kembali,’’ ujar Iffa. Perempuan asal Jombang tersebut memang tidak sendiri menjalankan Bait Kata Library. Dia dibantu dua karyawan lain, yaitu Suyono dan Maria. Meski begitu, hampir setiap hari Iffa menyambangi Bait Kata Library di Perumahan Larangan Mega Asri.

Berhasil merintis Bait Kata di Sidoarjo, Iffa mulai menjelajahi berbagai kota untuk mendirikan Bait Kata-Bait Kata lain. Sampai saat ini, sudah ada tiga Bait Kata yang dia rintis selain di Kota Delta. Yakni, di Kepulauan Raja Ampat, Papua; Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam; dan Atambua, Nusa Tenggara Timur.

Iffa mengakui, tiga Bait Kata di luar Pulau Jawa itu lain dengan Bait Kata yang ada di Sidoarjo. Di sana, Iffa tidak mendirikannya sendiri. Dia bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Misalnya, Bait Kata Library di Atambua, NTT. Bait Kata di Atambua didirikan di Desa Belu. Tepatnya, di SDK Buitasik. ’’Mereka punya ruang kosong. Dulu memang perpustakaan, tapi tidak berfungsi lagi. Jadi, kami memperbaiki bangunannya, lalu menyuplai buku-buku baru,’’ ujarnya.

Menurut Iffa, tiap-tiap daerah memiliki tingkat kegemaran membaca yang berbeda-beda. Hal itu tentu berdampak pada buku bacaan yang digemari. Di Atambua, misalnya. Sebagian masyarakat lebih suka buku bergambar. ’’Remaja pun meminjam buku bergambar. Novel atau teenlit malah tidak laku,’’ ungkap Iffa.

Empat Bait Kata berdiri dalam jarak sekitar setahun. Sebab, menurut dia, sebelum mendirikan perpustakaan, Iffa melakukan survei. ’’Tidak cukup sekali ke sana untuk benar-benar mantap mendirikan perpustakaan,’’ ungkapnya. Sebagai perempuan yang juga hobi traveling, survei itu tentu tidak menjadi kendala. Iffa bermimpi Bait Kata akan tumbuh di setiap daerah di Indonesia. Sebab, targetnya kali ini, setiap tahun akan bertambah satu Bait Kata baru di Indonesia. (Batam Pos)

Luar biasa jiwa sosial Bunda Iffa. Mendidik umat. Semoga Allah melimpahkan pahala yang tak terhingga. (maryu)